Demo Blog

by Manazati on Nov.22, 2009, under , , , , , , , , , ,


REJENU...

Kompleks Ziarah Makam Syech Hasan Sadzali

Kawasan Wisata Alam Rejenu dengan ketinggian kurang lebih 1.150 M DPL, terletak dipegunungan Argo Jembangan Gunung Muria, berjarak kurang lebih 3 Km dari Pesanggrahan Colo. Selain itu pengunjung yang berjalan kaki menyusuri jalan setapak, pengunjung juga dapat menikmati panorama pegunungan yang menghijau, segar karena dedaunan perkebunan kopi, lebatnya tanaman pakis Muria dan palem pegunungan.

Masih banyak yang belum mengetahui kompleks ziarah ini, keadaan alamnya masih alami. Untuk mencapai lokasi, dari Desa Rejenu cukup jauh kurang lebih sekitar 3 km. Bisa ditempuh dengan jalan kaki atau kendaraan bermotor roda dua.Banyak dimanfaatkan oleh para pengunjung untuk menyepi dan memperoleh ketenangan bathin.

Makam Syeh Sadzali

Menurut masyarakat setempat, Syeh Sadzali adalah murid / santri Sunan Muria yang sangat setia mendampingi dan membantu Sunan Muria dalam menyebarluaskan agama Islam. Oleh karena itu nama harum Syeh Syadzali senantiasa dihormati oleh masyarakat dan makamnya tidak pernah sepi dari para peziarah.Rejenu berlokasi di Pegunungan Argo Jambangan sekitar 3 km dari Pesanggrahan Gunung Muria. Menurut cerita rakyat dari desa Rejenu, Syech Hasan Sadzali adalah seorang Ulama, Guru Besar Spiritual dari Wali Songo. Beliau berasal dari Negeri Seberang, Timur Tengah. Berkelana untuk sampai ke Tanah Jawa untuk syiar agama Islam.


Ketika akan masuk ke Kompleks ini, pintu gerbang cukup menyita perhatian, bangunan yang menyerupai candi dari susunan batu bata merah ini masih kokoh berdiri. Masyarakat sekitar secara terpadu, sangat menjaga kelestarian tempat ini. Bersama-sama memelihara dan bergotongroyong membangun tempat ini. Pengembangan kompleks ini juga dilakukan oleh masyarakat untuk kenyamanan para pengunjung. Pembangunan masjid disisi makam didirikan dan dibangun sesuai konteks lingkungan makam. Arsitektur kontekstual diterapkan disini.




Secara mengherankan, batu-batu kali seperti sudah disediakan oleh alam. Batu-batu tersebut sudah terpotong-potong rapi, hal ini cukup memudahkan untuk pembangunan masjid. Masyarakat tinggal mengambil dan memasang untuk membangun masjid, membuat talud dan sangat bagus sebagai profil.




Sumber Air Tiga Rasa


Di kawasan wisata REJENU terdapat mata air / sumber mata air yang memiliki 3 rasa. Masyarakat setempat percaya bahwa ketiga jenis rasa ini mempunyai khasiat yang berbeda jika diminum
  • Sumber Air Pertama : mempunyai rasa tawar-tawar masam (Jawa : anyep-anyep asem/kecut) yang bekhasiat dapat mengobati berbagai penyakit.
  • Sumber Air Kedua : mempunyai rasa yang mirip dengan minuman ringan bersoda seperti “Sprite” yang bekhasiat dapat menumbuhkan rasa percaya diri dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup.
  • Sumber Air Ketiga : mempunyai rasa mirip minuman keras “tuak / arak” yang bekhasiat dapat memperlancar rezeki jika bekerja keras untuk mendapatkannya.

Ketiga jenis air tersebut jika dicampur menjadi satu, rasanya menjadi air tawar.

.













Sumber :
Foto-foto_Doc Pribadi
http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=4592&Itemid=1475

6 komentar more...

Sejarah DEMAK - Kota WALI

by Manazati on Nov.22, 2009, under , , , , , , , ,

SEJARAH DEMAK
( DEMAK KOTA WALI )



Pembentukan setting kawasan kota-kota di pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh perpaduan antara kebudayaan Hindu- Budha, serta Islam. Pada masa perkembangan agama Islam di pulau Jawa-pun, pembentukan setting kawasan lingkungannya pun masih terpengaruh dari unsur Hindu-Budha.
Pada masa perkembangan agama Islam di pulau Jawa, kegiatan religius diberi tempat sebagai bagian sentral dari kekuasaan, sebagai contoh pada kerajaan Demak, tata letak masjid yang sengaja didekatkan pada pusat kekuasaan dari kerajaan Demak. Dasar inilah yang mempengaruhi bentuk setting kawasan dari pusat kota-kota Islam di Jawa
Pengaruh budaya lokal (Hindu-Budha) pada penataan setting kawasan pada masa perkembangan agama Islam pada saat itu terlihat pada kecenderungan perletakaan antara makam dan masjid menjadi suatu komplek, sebenarnya agama Islam sendiri tidak mengajarkan manusia untuk menghormat kepada makam. Ini merupakan pengaruh budaya lokal pada setting kawasan yang ditafsirkan oleh Wali Sanga pada saat itu. Bahkan para Wali tersebut meminta untuk dikuburkan di dekat dengan masjid yang didirikannya, seperti makam dan masjid Sunan Kalijaga di Kadilangu dapat digunakan sebagai contoh. Kaitan antara makam dan pusat peribadatan sebagai suatu tradisi ditunjukkan setelah kerajaan-kerajaan Islam-Jawa berdiri, dari Demak, Kudus, Jepara, sampai Jogjakarta dan Surakarta. Bahkan pada masjid Demak yang pada saat itu merupakan pusat pemerintahan juga menjadi satu dengan kompleks makam pada raja-raja Demak. Melihat peran dan letak masjid dalam perkembangan setting lingkungan di Jawa, bangunan ini menjadi suatu elemen struktur bagi pusat kota, dalam Wiryomartono, A Bagoes P, hal 10
Dalam kenyataan fisiknya, yang disebut kuta atau negara itu selalu memiliki halun-halun, yang lebih dikenal dengan sebutan alun-alun. Sedangkan bentuk alun-alun yang selalu segi empat, berdasar dari alun-alun merupakan pusat orientasi spatial, yang terdiri dari empat unsur pembentuk keberadaan alam/ bhuwana : air, api, bumi, udara. (adat yang dianut oleh masyarakat Jawa). Dasar inilah yang kemudian diturunkan dalam tata ruang pada kawasan alun-alun.



SETTING KAWASAN DEMAK DAHULU

Kota tua Jawa Islam yang hingga kini masih dapat dilihat Struktur setting kawasannya adalah Demak dan Kudus. Bagian kota Demak yang masih banyak meninggalkan petunjuk gagasan negara kota, nampak pada daerah yang kini disebut Kauman, Pecinan, dan Siti Hinggil.








Setting Ibukota Demak Bintoro
(sumber : Solichin Salam, tahun 1960)




Pada setting kawasan ini masjid terletak di pusat kota, ini merupakan pengaruh dari prinsip kerajaan Islam pada saat itu yaitu kegiatan religius juga yang merupakan dasar dari pembentukan setting kawasan pada komplek ziarah makam agama Islam dari Wali Songo itu sendiri, hanya dengan skala yang lebih kecil.Struktur pusat Demak kemungkinan merujuk pada ibukota Majapahit dengan skala yang lebih kecil. Di dalam struktur ini halun-halun menjadi struktur pengikat bagi Dalem/ Keraton maupun masjid yang bersangkutan.






Keadaan Masjid Demak Dahulu
(sumber : Solichin Salam, tahun 1960)


Masjid Agung Demak yang merupakan pusat kegiatan religius dan pemerintahan Demak Bintoro pada saat itu. Pada komplek Masjid Demak sendiri juga menyatu dengan komplek dari makam raja-raja Demak Bintoro beserta karabatnya, yang terletak pada bagian barat dari kompleks masjid.




SETTING KAWASAN DEMAK SEKARANG



Setting kawasan dari pusat kota Demak sendiri didominasi oleh bangunan-bangunan baru, kecuali bangunan Masjid Demak. Bangunan-bangunan yang terdapat di sekitar alun-alun kota Demak antara lain: masjid Demak, penjara, kantor pemerintahan Kota Demak, dan kabupaten sebagai pusat pemerintahan kota Demak sendiri.


















(sumber : Solichin Salam, tahun 1960)




4 komentar more...

Konservasi

by Manazati on Nov.22, 2009, under

KONSEP KONSERVASI DAN PERKEMBANGANNYA

Konsep konservasi telah dicetuskan lebih dari seratus tahun yang lalu, ketika William Morris mendirikan Lembaga Pelestarian Bangunan Kuno (“Society For the Protection of Ancient Buildings”,1877), diambil dari Dobby A, 1978:5, dalam Sidharta & Eko Budihardjo,1989:9 Jauh sebelum itu, pada tahun 1700, Vanburgh seorang arsitek Istana Bleinheim Inggris, telah merumuskan konsep pelestarian, namun konsep itu belum mempunyai kekuatan hukum.


Peraturan dan Undang-undang yang pertama kali melandasi kebijakan konservasi lingkungan/ bangunan bersejarah dibuat pada tahun 1882, dalam ‘Ancient Monuments Act’, diambil dari Dobby, A, 1978:5, dalam Sidharta & Eko Budihardjo, 1989:9 Di Indonesia, peraturan yang berkaitan dengan perlindungan bangunan kuno adalah UU No 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya. Awalnya konsep konservasi terbatas pada pelestarian monumen (lazim disebut ‘preservasi’). Konsep tersebut diimplementasikan dengan mengembalikan/ menjadikan monumen tersebut persis keadaan semula.

Dalam UU No 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya, yang disebut sebagai monumen dalam peraturan ini adalah:

a. Benda bergerak maupun tidak bergerak yang dibuat oleh manusia, bagian/ kelompok benda, dan sisa-sisanya yang berumur 50 tahun/ memiliki masa langgam minimal berumur 50 tahun serta mempunyai nilai penting bagi prasejarah, sejarah atau kesenian.


b. Benda-benda yang mempunyai nilai penting dipandang dari sudut palaeoanthropologi.


c. Situs yang berpetunjuk kuat bahwa di dalamnya terdapat benda yang dimaksud pada ad. a dan ad. b.”, diambil dari Monument Ordonantie Stbl 238/1931:1, dalam Sidharta & Eko Budihardjo, 1989:9



Dari peraturan diatas terlihat bahwa pusat perhatian lebih ditekankan pada peninggalan arkeologis. Di Indonesia bangunan akan dilindungi jika berusia lebih dari 50 tahun, ketentuan batas umur lebih dari 50 tahun, sebetulnya nenek moyang kita juga berpendapat “Yen wis kliwat separo abad, jwa kongsi binabad” (kalau sudah lewat separuh abad atau 50 tahun, jangan sampai dihancurkan).Sasaran pelestarian umumnya meliputi dokumen tertulis, lukisan , patung, perabot, bangunan candi, keraton, benteng, gua. Konsep konservasi kemudian berkembang, tidak hanya mencakup monumen, bangunan atau benda arkeologis saja tetapi juga lingkungan, taman, dan kota bersejarah.



PENGENALAN KONSERVASI


Batasan pengertian Konservasi (umum)Konservasi merupakan istilah yang menjadi payung dari semua kegiatan pelestarian, sesuai kesepakatan internasional yang dirumuskan dalam Piagan Burra (1981), diambil dari The Burra Charter for the Conservation of Place of Cultural Significance,1981:1, dalam Sidharta & Eko Budihardjo, 1989:9.


Beberapa batasan pengertian istilah-istilah dasar yang disepakati dalam Piagam Burra, adalah:


Konservasi : Segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik. Konservasi dapat meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan yang sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Konservasi mencakup preservasi, restorasi, rekonstruksi, adaptasi dan revitalisasi.


Preservasi :Pelestarian suatu tempat persis seperti keadaan aslinya tanpa ada perubahan. Kegiatan ini berusaha untuk mencegah penghancuran.


Restorasi/Rehabilitasi : Usaha pengembalian suatu tempat ke keadaan semula dengan menghilangkan tambahan-tambahan dan memasang komponen semula tanpa menggunakan bahan baru.


Rekonstruksi : Usaha pengembalian suatu tempat semirip mungkin dengan keadaan semula, dengan menggunakan bahan lama maupun bahan baru.


Adaptasi/Revitalisasi : Proses pengubahan suatu tempat agar dapat difungsikan dengan lebih baik. Yang dimaksud dengan fungsi yang lebih baik adalah pegunaan yang tidak menuntut perubahan drastis atau hanya mempunyai sedikit dampak.


Demolisi : Penghancuran atau perombakan suatu bangunan yang sudah rusak atau dianggap membahayakan, diambil dari The Burra Charter for the Conservation of Place of Cultural Significance,1981:2, dalam Sidharta & Eko Budihardjo, 1989:9


KONSERVASI PADA TIAP ASPEK


Konservasi pada aspek artefak dan setting kawasanObjek dan lingkup konservasi suatu lingkungan digolongkan kedalam beberapa luasan berikut, diambil dari Kevin Lynch, 1960:46-90, dalam Sidharta & Eko Budihardjo, 1989:9 :


1. Satuan ArealSuatu areal dalam kota yang dapat berwujud sub-wilayah kota (bahkan keseluruhan kota). Satuan ini bisa berupa bagian tertentu kota yang dipandang mempunyai ciri-ciri/ nilai khas.


2. Satuan pandangan/ visual/ landscapeSatuan yang mempunyai arti fisik dan peran penting bagi suatu kota. Satuan ini berupa aspek visual, yang memberi image khas akan suatu lingkungan kota. Satuan ini mempunyai lima unsur pokok penting, yaitu, dalam Kevin Lynch, 1960 : - jalur (path)


- tepian (edges)


- kawasan (distric)


- pemusatan (nodes)


- tengeran (landmark)


Jaringan fungsional rute bersejarah termasuk dalam golongan ini.


3. Satuan FisikSatuan yang berwujud bangunan, kelompok bangunan/deretan bangunan, rangkaian bangunan yang membentuk ruang umum atau dinding jalan. Satuan ini bisa diperinci sampai unsur-unsur bangunan, baik unsur fungsional, struktur atau entesis ornamental. Secara umum, daerah konservasi meliputi kota, desa, distrik, lingkungan perumahan, garis cakrawala wajah jalan dan bangunan.

0 komentar more...

Looking for something?

Use the form below to search the site:

Still not finding what you're looking for? Drop a comment on a post or contact us so we can take care of it!

Yuk, Bisnis PULSA... Daftar GRATIS disini:

Daftarkan BLOG anda disini:

Adsense Indonesia

Karna 'TAK KENAL MAKA TAK SAYANG' kiranya perlu saya mengenal anda. Silakan masukkan Email Anda

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

mBah Goggle Search