Sungkeman dalam Tradisi Jawa
by Manazati on Nov.22, 2009, under
Ada yang unik pada perayaan idul fitri dalam tradisi jawa. Tradisi halal bihalal dalam keluarga besar biasa dikenal dengan istilah “sungkeman”. Tradisi ini pada umumnya dilakukan di kalangan kerabat dekat saja. Inti dari acara sungkeman adalah saling minta maaf antar kerabat. Sungkeman tidak hanya dilakukan dengan berjabat tangan. Ada sejumlah prosedur tertentu yang perlu dilakukan pada acara sungkeman ini.
Sungkem terurut dari yang dituakan.
Sungkem dilakukan secara terurut dari yang dituakan. Misal dalam keluarga besar ada Kakek, Nenek, Budhe, Om, Anak Budhe, Anak Om; maka urutan sungkeman adalah
- Budhe sungkem ke kakek, lalu ke nenek
- Om sungkem ke ke kakek, lalu ke nenek, lalu ke budhe.
- Anak budhe sungkem ke kakek, lalu ke nenek, lalu ke budhe, lalu ke om.
- dan terus mengular hingga semua anggota keluarga besar sudah sungkeman.
Prosedur saat sungkeman.
Sungkem dilakukan dengan menundukkan kepala ke lutut kerabat yang dituakan. Berikut contoh isi kalimat yang diucapkan saat sungkeman:
“Ngaturaken sugeng riyadi, nyuwun pangapunten sadaya kalepatan kula, nyuwun pangestunipun”
yang artinya
“Mengucapkan selamat hari raya, mohon maaf atas segala kesalahan saya, dan minta doa restunya”.
Biasanya, kalimat tersebut akan dijawab dengan permohonan maaf kembali dan disambung dengan do’a dari kerabat yang dituakan dan diamini oleh yang sungkem. Dan semuanya tentu tidak luput dari penggunaan tingkat dalam bahasa jawa sesuai tingkat usianya.
Pembagian Angpau (opsional)
Angpau biasa disebut juga sebagai “salam tempel”. Biasanya pembagian angpau dilakukan setelah selesai acara sungkeman. Angpau diberikan dari orang yang telah bekerja ke orang yang belum bekerja. Jadi, meskipun sudah usia bekerja akan tetapi belum bekerja, ia boleh menerima angpau. Begitu juga sebaliknya, meskipun masih muda dan sudah bekerja, ia tidak lagi menerima angpau, dan dianjurkan memberikan angpau ke yang belum bekerja atau kerabat yang masih kecil.
Melalui tradisi sungkeman ini pula, kita dapat mengetahui bahwa masyarakat Jawa masih memiliki kebutuhan untuk hidup bermasyarakat. Selain itu, tradisi ini juga menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan meredam egoisitas yang bersifat individualis dan cenderung primitif. Mereka memiliki pandangan dan keyakinan bahwa dengan ketulusan meminta maaf dan memaafkan orang lain maka jiwa akan kembali suci seperti bayi yang baru lahir dengan tidak membawa dosa. Sekiranya, tradisi mulia ini akan terus langgeng dan lestari agar tercipta masyarakat yang rukun dan damai.
......amiiiinnn
Dari blog yang saya baca ada riwayat seperti ini:
1. Bisa saling menebar salam (ifsa’ as-salam), yakni menyebarkan doa keselamatan serta menanamkan benih-benih hidup rukun. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda: “Tidakkah kalian ingin aku tunjukkan suatu perbuatan yang jika kalian lakukan akan tercipta saling sayang menyayangi? Sebarkanlah salam diantara kalian ”
2. Bisa saling berjabat tangan (mushafahah). Dalam sebuah hadits terdapat riwayat dari al-Barra’ ibn ‘Azib bahwa Nabi SAW pernah bersabda: “Setiap dua orang muslim bertemu dan lalu berjabat tangan, maka dosa mereka diampuni oleh Allah SWT sebelum keduanya berpisah”
3. Bisa saling berkunjung (tazawur). Saling berkunjung bertemu wajah dengan berseri-seri (thalaqat al-wajh). Abu Dzar Al-Ghifary meriwayatkan hadits Nabi SAW mengenai hal ini: Rasulullah SAW bersabda kepadaku: “Sekali-kali jangan kau anggap sepele sebuah kebaikan walau hanya air muka yang cerah saat berjumpa dengan saudaramu” Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan: “Rasa cinta (mahabbah) itu ibarat pohon, sedang akarnya adalah ziyarah (berkunjung)”
__manazati__
Sumber
mbah Google
http://dejogja.com
http://home.bhindz.net
Labels
..tanya mbah 'Google' disini
Kawulo
- Manazati
- Demak, Indonesia
- Saya pria, lulusan Teknik Arsitektur PTS di Semarang tahun 2005. Saya bodoh didunia studi yang saya geluti, namun karena kebodohan saya itu..saya jadi berniat lebih serius mempelajari budaya, nilai-nilai arsitektur bangsa sendiri, sebagai wujud penghargaan kawruh atas leluhur.
0 komentar
Posting Komentar